
SEJARAH DESA
Desa Kineppen adalah desa yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Munte Kabupaten Karo hingga sekarang. Menurut Parte Sitepu (Bapa Junedi) umur 79 tahun, Polen Ginting (Bapa Tuah) umur 68, dan didampingi oleh ketua BPD Tomi Ginting (Bapa Clarisa) umur 38 desa Kineppen berdiri sekitar tahun 1800-an. Pada awalnya desa Kineppen merupakan desa yang dihuni dan digarap oleh seorang bermarga Sitepu beserta keluarganya. Seiring berjalannya waktu banyak pendatang dari desa ataupun daerah yang lain dan mulai menjadi penduduk desa Kineppen. Pemimpin desa di desa Kineppen awalnya di namai Pulu Kuta. Didesa Kineppen ini terdapat tapin rumah jahe laki-laki dan perempuan. Tapin ini adalah tempat penduduk mengambil air bersih untuk air minum, memasak, mencuci, dan mandi. Pada tahun 1952 untuk air minum pesta adat diambil dari tapin rumah jahe perempuan. Dulu untuk melakukan berbagai perayaan seperti acara pesta adat, duka cita, dan perayaan musim panen dilaksanakan di bale-bale. Selain itu bale-bale juga digunakan untuk tempat berdiskusi, menyelesaikan masalah adat, atau sebagai tempat berkumpul untuk merencanakan kegiatan masyarakat. Bale-bale adalah sebuah bangunan yang dibangun dengan menggunakan bahan bahan alami seperti kedeng pola dan atapnya dari ijuk. Bale-bale ini bukan hanya sekedar tempat fisik, tetapi juga merupakan simbol kehidupan sosial, budaya, dan spiritual masyarakat adat yang sangat erat kaitannya dengan nilai gotong royong, kebersamaan, dan saling menghormati.
Tempat tinggal untuk penduduk desa Kineppen awalnya adalah rumah siwaluh jabu. Rumah siwaluh jabu berbentuk panggung dibangun dari papan, lantainya juga terbuat dari papan sementara atapnya menggunakan ijuk atau daun rumbia berbentuk segitiga melengkung khas Karo. Rumah siwaluh jabu ini tidak menggunakan paku tapi menggunakan pasak atau diikat dengan ijuk. Rumah ini dibagi menjadi delapan ruangan (jabu) yang dihuni oleh delapan keluarga. Rumah siwaluh jabu ini tidak memiliki sekat antara ruang keluarga sehingga seluruh penghuni berbagi ruang bersama. Di bagian atas rumah terdapat loteng kecil (lepar) yang digunakan untuk menyimpan barang atau hasil panen dan para yang digunakan untuk menyimpan cadangan kayu bakar yang dipakai untuk memasak. Dibagian bawah rumah siwaluh jabu terdapat kolong (teruh karang). Kolong (teruk karang) ini dulu digunakan sebagai tempat memelihara hewan ternak. Di bagian luar rumah siwaluh jabu ini terdapat tangga dan teras (ture-ture) yang terbuat dari bambu. Ture-ture ini juga digunakan para perempuan Karo untuk menikmati waktu senggang dengan menganyam tikar. Ture-ture ini juga biasanya digunakan pemuda Karo ( anak perana) untuk ngapel (naki-naki) pemudi Karo (singuda-nguda). Rumah ini mencerminkan filosofi hidup masyarakat Karo yang menjungjung tinggi nilai kebersamaan, gotong royong, dan adat istiadat. Setiap keluarga didalam rumah ini memiliki peran dan tanggung jawab yang diatur oleh adat Karo.
Tahapan pernikahan pada zaman dulu didesa Kineppen adalah tahap pertama yaitu silaki-laki (anak-perana) membawa siperempuan (singuda-nguda) kerumah anak beru silaki laki (turang bapa sidilaki). Tahap kedua pihak laki- laki melakukan NEH (memberikan penadingen ke keluarga perempuan). Tahap ketiga jumpa anak beru antara pihak keluarga laki laki dan pihak keluarga perempuan erban pudun emaka maba belo selambar cakapken kumata kerja. Macam-macam kerja adat karo terbagi menjadi tiga yaitu pertama kerja sintua (luah lemari, bengkau motong lembu), kedua kerja sintengah (luah amak kapal/tilam, bengkau siempat nahe), ketiga kerja singuda (luah perkakas dapur,bengkau motong manuk). Adapun pakaian yang digunakan untuk pesta adat Karo adalah untuk perempuan erlangge-langge dan untuk laki laki la iosei. Untuk acara penguburan orang meninggal pada zaman dulu didesa Kineppen yaitu ilanja. Untuk sampai ketempat pemakaman dari bale-bale ada berhenti sebanyak 4 kali yaitu berhenti di serpang, reba, mesin, dan pasar male dekat kuburan barulah sampai dipemakaman umum yang berada di simpang Desa Kineppen.
Tahapan untuk acara kerja tahun pada saat itu pertama niktik wari 30 dikalender Karo oleh seluruh penduduk dan pulu kuta yang dilaksanakan dibale-bale. Kemudian dilakukan musyawarah desa untuk menunjuk hari yang tepat untuk acara kerja tahun dan teknisi kerja tahun pada saat itu. Maka kerja tahun diawali dengan gotong royong membersihkan tapin. Kemudian Hari pertama Cikor-Kor yang dimana menjadi awal dari perayaan. Penduduk satu kampung akan pergi ke ladang guna mencari serangga yang biasanya hidup di dalam tanah bernama Kor-Kor untuk dijadikan lauk. Hari kedua Cikurung yaitu kegiatan mencari serangga bernama Kurung yang biasanya hidup di tanah basah seperti ladang atau sawah dan akan dijadikan lauk oleh masyarakat. Hari ketiga Ndurung yaitu kegiatan mencari nurung (ikan) di sungai maupun sawah. Ikan yang biasa ditangkap berupa ikan mas, cebakut (lele), ikan kaperas, belut, dan lain-lain. Hari keempat Motong atau Mantem. Pada hari itu, masyarakat akan menyembelih hewan berkaki empat seperti kerbau, sapi, dan babi untuk dijadikan lauk. Hari kelima dinamakan Matana, yang dimana merupakan hari puncak perayaan. Pada hari itu, penduduk setempat akan saling mengunjungi satu sama lain, begitu pula dengan kerabat dari berbagai daerah akan datang. Setiap pengunjung wajib makan dan menikmati hidangan dari tuan rumah. Perayaan ini akan dimeriahkan dengan pertunjukan kesenian tradisional yang diadakan di bale-bale. Kegiatan yang ditampilkan berupa Gendang Guro-guro Aron, dimana para muda-mudi akan menari dan bernyanyi dalam balutan pakaian adat. Hari keenam Nimpa yaitu kegiatan membuat Cimpa. Cimpa terbuat dari olahan tepung beras ketan, santan, juga gula aren, dan dibungkus menggunakan daun singkut. Cimpa dapat bertahan cukup lama, dan masih baik dikonsumsi meski sudah dua hari lamanya. Oleh sebab itu, kudapan ini sangat cocok dijadikan oleh-oleh kepada tamu yang hendak kembali ke daerah asalnya. Hari ketujuh dinamakan Rebuna, hari terakhir dalam rangkaian perayaan. Pada hari itu sudah tidak ada lagi kegiatan. Para tamu sudah pulang dan semua penduduk akan berdiam diri di rumah.
Pada tahun 1965 rabi kuta untuk membuat jalan yang sekarang dikenal dengan pasar baru, dan membangun jambur yang dibangun dari kayu ingul dan atapnya sudah menggunakan seng . Pembangunan jambur ini dilakukan waktu pemerintahan kepada desa Gomok Ginting (Bapa Langkat) bisa juga disebut sebagai kepala kampung pada saat itu. Pada tahun 1965 terbentuklah Jambur untuk menggantikan bale-bale yang sebelumnya sebagai tempat pertemuan acara perayaan penduduk desa. Berjalannya waktu maka pemimpin desa disahkan menjadi kepala desa sesuai dengan aturan pemerintahaan saat itu. Dalam menjalankan pemerintahan tingkat desa dan kesehariannya kepala desa dibantu oleh perangkat desa dan tokoh masyarakat.
NAMA KEPALA DESA PERTAMA SAMPAI SEKARANG
NO |
NAMA KEPALA DESA |
MASA BHAKTI JABATAN |
1 |
TIMBANG SITEPU |
1952-1992 |
2 |
PERINTAHEN SITEPU |
1992-1994 |
3 |
KASIM SEMBIRING (PJ) |
1994-1997 |
4 |
BP NUAH TARIGAN |
1997-1999 |
5 |
PANCANG SITEPU |
1999-2005 |
6 |
REM TARIGAN |
2004-2005 |
7 |
BETESDA SITEPU |
2005-2011 |
8 |
PERIANGEN BR TARIGAN |
2011-2017 |
9 |
NUAH TARIGAN |
2017-2021 |
10 |
ARJUNA SITEPU |
2021-2029 |